Selasa, 01 Februari 2011

Materi Excel

Kami sajikan ringkasan materi menggunkan microsoft excel. Pada bab ini tentang menggunakan fungsi yang biasa digunakan. Silahkan download untuk belajar. Semoga bermanfaat. Download disini.

Minggu, 26 Desember 2010

Menikmati Ujian

Oleh: Arfi Nurdiyantoro

Perjalanan kehidupan manusia di dunia tidak terlepas dari berbagai ujian. Lantas, bagaimanakah hubungan ujian dan keimanan seseorang? Apakah orang yang beriman terbebas dari ujian? Mungkin kita pernah merasa semakin rajin menunaikan perintah-Nya, semakin sering pula musibah yang kita terima. Ingat, semakin tinggi pohon maka angin yang menerpa semakin kencang. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin sulit soal ujian yang harus diselesaikan.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al Ankabut:2). Allah akan senantiasa memberikan ujian terus menerus kepada umat-Nya selama umat-Nya beriman. Ujian yang diberikan merupakan sarana untuk mengetahui seberapa besar keimanan seseorang.

Apabila kita mengkaji sirah sahabat, akan kita temui keimanan insan yang (mungkin) tidak ada bandingannya untuk saat ini. Bilal diminta memilih memakai baju besi kemudian dijemur atau memilih menanggalkan keimanan kepada Allah SWT. Namun, Bilal tetap mempertahankan keimanannya walaupun harus mempertaruhkan nyawa. “Dan sesengguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut:3).

Bentuk-bentuk ujian dari Allah terhadap umat manusia terbagi menjadi tiga macam.

Pertama, perintah untuk dijalankan. Segala perintah dari Allah merupakan ujian bagi umat-Nya. Apabila keimanan dan ketaqwaan seseorang telah ‘sempurna’, maka segala bentuk perintah akan ditunaikan dengan tulus ikhlas, walaupun sangat berat, bagaimanapun kondisi dan keadaannya. Sebagai contoh, perintah sholat. Tidak ada alasan bagi orang yang sakit (selagi masih sadar) untuk meninggalkan sholat. Islam memberikan kemudahan, tidak bisa berdiri sambil duduk, tidak bisa duduk sambil berbaring. Berwudhu bisa diganti tayamum.

Kedua, larangan yang harus ditinggalkan. Larangan merupakan bentuk ujian yang ‘cukup berat’ , karena biasanya sesuatu yang dilarang oleh Allah adalah hal yang menyenangkan, walaupun sebetulnya maksud dari pelarangan karena mengandung bahaya yang besar apabila dilaksanakan oleh manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 90 – 91 bahwa “umat manusia dilarang minum khamr dan berjudi karena syaitan hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara umat manusia lantaran (meminum) khamr dan berjudi, dan menghalangi umat manusia dari mengingat Allah dan shalat”. Allah SWT melarang orang-orang yang beriman untuk saling mengolok-olok kaum/golongan yang lain (karena) boleh jadi yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok (QS. Al Hujuraat:11). Ujian ini sangat berat dilaksanakan untuk saat ini, karena umat Islam masih terjebak pada fanatisme golongan. Akibatnya, umat islam terpecah belah.

Ketiga, musibah yang diterima. Musibah merupakan satu bentuk ujian yang banyak difahami masyarakat. Untuk menghibur orang yang terkena musibah, biasanya dengan ungkapan: “Bersabar ya, kamu sedang mendapatkan ujian dari Allah”. Ketika keimanan kuat, memang bisa bersabar atas musibah dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, ketika keimanan goyah, maka musibah yang diterima bisa menyebabkan putus asa, dan menjauh dari Allah SWT. Contoh kesabaran dalam menghadapi musibah yang cukup luar biasa adalah kisah Nabi Ayub AS. Beliau menderita penyakit selama 18 tahun kemudian dikucilkan masyarakat dan hanya dihibur oleh istrinya. Terkadang banyak saudara kita yang menderita sakit 1 tahun, 2 tahun, lantas putus asa dan bunuh diri. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia sedang dihadapkan pada musibah yang sama, yaitu kemiskinan dan pengangguran. Lantas, apakah yang harus kita perbuat? Haruskah kita putus asa? Benarkah jika kemudian tidak bersabar dan menghalalkan segala cara? Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Taghaabuun : 11)

Ujian dari Allah yang kita terima tidak untuk diratapi, disesali, dan diingkari; akan tetapi untuk dinikmati. Bagaimanakah untuk menikmati ujian dari Allah SWT? “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (QS. Al Baqarah : 155-156). Makna “sesungguhnya kami dari Allah, dan akan kembali kepada Allah” harus dimasukkan dan diresapkan dalam hati. Wallahua’lam.