Minggu, 26 Desember 2010

Menikmati Ujian

Oleh: Arfi Nurdiyantoro

Perjalanan kehidupan manusia di dunia tidak terlepas dari berbagai ujian. Lantas, bagaimanakah hubungan ujian dan keimanan seseorang? Apakah orang yang beriman terbebas dari ujian? Mungkin kita pernah merasa semakin rajin menunaikan perintah-Nya, semakin sering pula musibah yang kita terima. Ingat, semakin tinggi pohon maka angin yang menerpa semakin kencang. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin sulit soal ujian yang harus diselesaikan.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al Ankabut:2). Allah akan senantiasa memberikan ujian terus menerus kepada umat-Nya selama umat-Nya beriman. Ujian yang diberikan merupakan sarana untuk mengetahui seberapa besar keimanan seseorang.

Apabila kita mengkaji sirah sahabat, akan kita temui keimanan insan yang (mungkin) tidak ada bandingannya untuk saat ini. Bilal diminta memilih memakai baju besi kemudian dijemur atau memilih menanggalkan keimanan kepada Allah SWT. Namun, Bilal tetap mempertahankan keimanannya walaupun harus mempertaruhkan nyawa. “Dan sesengguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut:3).

Bentuk-bentuk ujian dari Allah terhadap umat manusia terbagi menjadi tiga macam.

Pertama, perintah untuk dijalankan. Segala perintah dari Allah merupakan ujian bagi umat-Nya. Apabila keimanan dan ketaqwaan seseorang telah ‘sempurna’, maka segala bentuk perintah akan ditunaikan dengan tulus ikhlas, walaupun sangat berat, bagaimanapun kondisi dan keadaannya. Sebagai contoh, perintah sholat. Tidak ada alasan bagi orang yang sakit (selagi masih sadar) untuk meninggalkan sholat. Islam memberikan kemudahan, tidak bisa berdiri sambil duduk, tidak bisa duduk sambil berbaring. Berwudhu bisa diganti tayamum.

Kedua, larangan yang harus ditinggalkan. Larangan merupakan bentuk ujian yang ‘cukup berat’ , karena biasanya sesuatu yang dilarang oleh Allah adalah hal yang menyenangkan, walaupun sebetulnya maksud dari pelarangan karena mengandung bahaya yang besar apabila dilaksanakan oleh manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 90 – 91 bahwa “umat manusia dilarang minum khamr dan berjudi karena syaitan hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara umat manusia lantaran (meminum) khamr dan berjudi, dan menghalangi umat manusia dari mengingat Allah dan shalat”. Allah SWT melarang orang-orang yang beriman untuk saling mengolok-olok kaum/golongan yang lain (karena) boleh jadi yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok (QS. Al Hujuraat:11). Ujian ini sangat berat dilaksanakan untuk saat ini, karena umat Islam masih terjebak pada fanatisme golongan. Akibatnya, umat islam terpecah belah.

Ketiga, musibah yang diterima. Musibah merupakan satu bentuk ujian yang banyak difahami masyarakat. Untuk menghibur orang yang terkena musibah, biasanya dengan ungkapan: “Bersabar ya, kamu sedang mendapatkan ujian dari Allah”. Ketika keimanan kuat, memang bisa bersabar atas musibah dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, ketika keimanan goyah, maka musibah yang diterima bisa menyebabkan putus asa, dan menjauh dari Allah SWT. Contoh kesabaran dalam menghadapi musibah yang cukup luar biasa adalah kisah Nabi Ayub AS. Beliau menderita penyakit selama 18 tahun kemudian dikucilkan masyarakat dan hanya dihibur oleh istrinya. Terkadang banyak saudara kita yang menderita sakit 1 tahun, 2 tahun, lantas putus asa dan bunuh diri. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia sedang dihadapkan pada musibah yang sama, yaitu kemiskinan dan pengangguran. Lantas, apakah yang harus kita perbuat? Haruskah kita putus asa? Benarkah jika kemudian tidak bersabar dan menghalalkan segala cara? Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Taghaabuun : 11)

Ujian dari Allah yang kita terima tidak untuk diratapi, disesali, dan diingkari; akan tetapi untuk dinikmati. Bagaimanakah untuk menikmati ujian dari Allah SWT? “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (QS. Al Baqarah : 155-156). Makna “sesungguhnya kami dari Allah, dan akan kembali kepada Allah” harus dimasukkan dan diresapkan dalam hati. Wallahua’lam.

Jumat, 12 November 2010

Pendidikan Karakter, Haruskah Tersurat?

Saat ini, pendidikan karakter menjadi bahan pembicaraan yang renyah dikalangan teman pendidik. Betapa tidak, pendidikan kita selama ini telah divonis gagal menghasilkan insan yang memegang teguh karakter bangsa. Generasi kita dinyatakan telah banyak yang kehilangan jati diri bangsa. Sebagai latar belakang munculnya vonis terebut adalah maraknya tawuran antar pelajar, munculnya video porno amatiran yang dilakukan oleh pelajar, pergaulan yang sudah melampaui batas, berbagai tindak kriminalitas pelajar, bahkan sampai kasus bunuh diri pelajar.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kemudian pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional menggulirkan konsep pendidikan karakter. Pendidikan karakter bukanlah menambah mata pelajaran baru, akan tetapi menyisipkan muatan pendididikan karakter bangsa di setiap mata pelajaran yang sudah ada. Bukan berarti selama ini proses belajar mengajar mengabaikan pendidikan karakter. Pemerintah menghendaki bahwa pendidikan karakter dijalankan dengan perencanaan yang tersurat didalam silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pertanyaannya adalah akankah dengan perencanaan pendidikan karakter yang tersurat akan mampu menanamkan karakter bangsa dalam jiwa pelajar? Mampukan semua pendidik merancang dengan baik dan kemudian melaksanakan dengan efektif?

Ketika Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digulirkan, didalam silabus dan RPP telah tersurat tentang kecakapan hidup dan pengalaman belajar yang hendak dicapai peserta didik. Akan tetapi kondisi nyata dilapangan banyak administrasi pembelajaran terlahir dari proses copy paste antar satuan pendidikan. Alhasil, silabus dan RPP yang tersusun dengan baik hanya sebatas pemenuhan admisnistrasi saja karena tidak mampu diterapkan pada satuan pendidikan tertentu yang terbentur situasi dan kondisi yang berbeda antar satuan pendidikan. Lantas bagaimanakah melaksanakan pendidikan karakter yang efektif? Haruskah tersurat ataukah cukup tersirat?

Menurut hemat penulis, terdapat dua klasifikasi pemecahan. Pertama, ketika pendidikan karakter harus tersurat. Pendidik harus mampu merancang dan merumuskan dengan baik tentang karakter bangsa yang akan ditanamkan pada peserta didik sesuai dengan materi pelajarannya. Disamping itu, pendidik harus bangkit dan meproklamirkan diri terbebas dari belenggu budaya copy paste sehingga rencana yang telah disusun sendiri dapat benar-benar dilaksanakan.

Kedua, ketika pendidikan karakter tidak tersurat. Kunci utamanya adalah keteladanan. Menanamkan nilai-nilai karakter bangsa akan sangat efektif ketika berbasiskan keteladanan. Karakter bangsa bukanlah aspek kognitif melainkan afektif, sehingga ukuran karakter seseorang bukan pengusaan teori. Terdapat tiga kelompok yang akan efektif memberikan keteladanan kepada pelajar sehingga mereka mampu mewarisi karakter bangsa, yaitu guru/karyawan, orangtua, dan pejabat.

Ketika guru/karyawan akan menanamkan budaya disiplin bertata tertib terhadap siswa, maka guru/karyawan juga harus memiliki tata tertib sendiri yang tersosialisasikan kepada siswa. Tata tertib guru/karyawan harus selaras dengan tata tertib murid. Misalnya etika berpakaian dan penggunaan handphone. Apabila guru menuntut siswa untuk tertib dan sopan dalam mengenakan seragam, maka guru juga harus mengenakan seragam sesuai dengan ketentuan yang ada. Ketika guru resah karena banyak siswa yang terganggu dalam belajarnya oleh handphone sehingga melarang siswa membawa handphone, maka guru jangan pernah membawa dan menggunakan handphone ketika mengajar di kelas. Siswa akan merasa mantap untuk taat terhadap tata tertib tatkala meyaksikan sendiri bahwa guru mereka juga taat terhadap tata tertib.

Orang tua juga berperan dalam pendidikan karakter pelajar. Ketika orang tua ingin anaknya mempunyai sifat kasih sayang dan menghargai orang lain, maka kedua orang tua (ayah dan ibu) merupakan pihak pertama dan utama yang berkewajiban menunjukkan kasih sayang diantara keduanya. Sebagian besar pelajar bermasalah, berlatar belakang kondisi orang tua yang tidak harmonis. Bagaimana mungkin anaknya akan mewarisi kasih sayang antar sesama apabila kedua orang tuanya sering bertengkar dan tidak pernah menunjukkan kasih sayang terhadap anaknya. Orang tua juga dituntut untuk menghargai pendapat anak agar anaknya juga bisa belajar untuk menghargai orang lain.

Pejabat dan aparatur negara mempunyai peran dalam mensukseskan pendidikan karakter bangsa. Untuk menjadikan pelajar yang berkarakter hemat, jujur, dan peduli akan susah ketika pejabat dan aparatur negara berkecimpung dalam dunia yang serba berkecukupan dan cenderung melakukan pemborosan. Pada saat ada fasilitas negara yang kurang nyaman menurut ukuran mereka, maka saat itu pula terbersit untuk segera mengganti dengan yang lebih baik dan nyaman. Banyaknya kasus korupsi dan aneka bentuk kecurangan pejabat yang terkuak di media massa menjadikan salah satu kendala untuk menanamkan karakter kejujuran bagi pelajar. Membentuk generasi yang memiliki kepedulian tinggi akan semakin susah ketika pejabat negara semakin asyik memikirkan dirinya sendiri terutama dalam peningkatan gaji dengan aneka tunjangan. Pejabat negara adalah public figure yang akan menjadi sorotan bahkan akan menjadi pedoman generasi dalam berperilaku.

Lantas, bagaimanakah menerapkan pendidikan karakter? Haruskah tersurat atau cukup tersirat melalui keteladanan? Sebetulnya dua hal tersebut bisa ditempuh bersama. Akan tetapi, karena pendidikan karakter bukanlah aspek kognitif, alangkah bijak apabila aspek keteladanan dalam pendidikan karakter menjadi hal yang utama. Marilah kita wujudkan pendidikan (karakter) berbasis keteladanan.

Sabtu, 06 November 2010

Materi Ekonomi XI

Berikut ini kami sampaikan materi pembelajaran ekonomi untuk SMA/MA kelas XI. Anda diperkenankan untuk mendownload dengan mengklik judul materi. File yang kami sampaikan sebagian kami ambil dari website lain dan sebagian lagi hasil admin. Terimakasih dan semoga bermanfaat.
1. Pendapatan Nasional (sumber: edukasi.net)
2. Perdagangan Internasional (sumber: edukasi.net)
3. Kebaikan dan Keburukan Pasar Modal
4. Pajak


Pendapatan Nasional

Berikut ini kami sajikan materi tentang Perdagangan Internasional. Silahkan klik download untuk memiliki file dari e-dukasi.net.

Minggu, 18 April 2010

Beda Nasib

Konon, uang seribu dan seratus ribu memiliki asal-usul yang sama tapi mengalami nasib yang berbeda. Keduanya sama-sama dicetak di PERURI dengan bahan dan alat-alat yang oke.

Pertama kali keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu sama-sama bagus, berkilau, bersih, harum dan menarik. Namun tiga bulan setelah keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu bertemu kembali di dompet seseorang dalam kondisi yang berbeda. Uang seratus ribu berkata pada uang seribu :

"Ya, ampiiiuunnnn...........darimana saja kamu, kawan? Baru tiga bulan kita berpisah, koq kamu udah lusuh banget? Kumal, kotor, lecet dan...... bau! Padahal waktu kita sama-sama keluar dari PERURI, kita sama-sama keren kan ..... Ada apa denganmu?"

Uang seribu menatap uang seratus ribu yang masih keren dengan perasaan nelangsa. Sambil mengenang perjalanannya, uang seribu berkata :

"Ya, beginilah nasibku , kawan. Sejak kita keluar dari PERURI, hanya tiga hari saya berada di dompet yang bersih dan bagus. Hari berikutnya saya sudah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang sayur, saya beralih ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh dengan darah dan taik ayam. Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen, dari pengamen sebentar aku nyaman di laci tukang warteg. Dari laci tukang warteg saya berpindah ke kantong tukang nasi uduk, dari sana saya hijrah ke inang-inang. Begitulah perjalananku dari hari ke hari. Itu makanya saya bau, kumal, lusuh, karena sering dilipat-lipat, digulung-gulung, diremas-remas......."

Uang seratus ribu mendengarkan dengan prihatin :

"Wah, sedih sekali perjalananmu, kawan! Berbeda sekali dengan pengalamanku. Kalau aku ya,
sejak kita keluar dari PERURI itu, aku disimpan di dompet kulit yang bagus dan harum. Setelah itu aku pindah ke dompet seorang wanita cantik. Hmmm...dompetnya harum sekali. Setelah dari sana , aku lalu berpindah-pindah, kadang-kadang aku ada di hotel berbintang 5, masuk ke restoran mewah, ke showroom mobil mewah, di tempat arisan Ibu-ibu pejabat, dan di tas selebritis. Pokoknya aku selalu berada di tempat yang bagus. Jarang deh aku di tempat yang kamu ceritakan itu. Dan...... aku jarang lho ketemu sama teman-temanmu. "

Uang seribu terdiam sejenak. Dia menarik nafas lega, katanya :

"Ya. Nasib kita memang berbeda. Kamu selalu berada di tempat yang nyaman. Tapi ada satu hal yang selalu membuat saya senang dan bangga daripada kamu!"

"Apa itu?", uang seratus ribu penasaran.

"Aku sering bertemu teman-temanku di kotak-kotak amal di mesjid atau di tempat-tempat ibadah lain. Hampir setiap minggu aku mampir di tempat-tempat itu. Jarang banget tuh aku melihat kamu disana....."

Semoga bermanfaat! :)



Sumber : Millist TDA (Tangan Di Atas)

*dari catatan Facebook Dien E