Sabtu, 25 April 2009

Menyikapi Ujian Nasional

Menyikapi kehadiran ujian nasional, dilakukan jauh-jauh hari, oleh hampir semua murid, orang tua murid, guru, pengelola pendidikan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, kepada tamu kehormatan tersebut. Hal ini dilakukan, sebagai bukti bahwa ujian nasional adalah tamu yang benar-benar agung dan diistimewakan. Kehadirannya, akan membawa sukses atau bencana, tergantung masing-masing individu, yang mensikapinya.

Hanya tinggal menghitung hari saja, ujian nasional (UN) tahun 2009, akan datang sebagai tamu kehormatan. Siapapun yang mendengar, kata Ujian Nasional, seketika wajah kita mengerut, alis mata berubah posisi, dan lubang hidung kita melebar. Bahasa tubuh, yang diringi dengan perasaan cemas ini, tidak bisa berbohong, untuk menunjukkan sikap kita terhadap UN, jangan-jangan kita tidak bisa menyambutnya dengan baik.

Menyikapi kehadiran ujian nasional, dilakukan jauh-jauh hari, oleh hampir semua murid, orang tua murid, guru, pengelola pendidikan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, kepada tamu kehormatan tersebut. Hal ini dilakukan, sebagai bukti bahwa ujian nasional adalah tamu yang benar-benar agung dan diistimewakan. Kehadirannya, akan membawa sukses atau bencana, tergantung masing-masing individu, yang mensikapinya.

Dalam konteks kepentingan, Ujian Nasional adalah kepentingan semua pihak, mulai dari murid itu sendiri, orangtua, sekolah, yayasan, pemerintah, sampai dengan penerbit buku, yang mengulas soal-soal Ujian Nasional. Sebagai murid, persiapan yang dilakukan tentu menuntut agar seluruh mata pelajaran yang di-UN-kan tuntas diberikan oleh Gurunya. Sementara, kepentingan Guru adalah bagaimana murid memiliki daya serap tinggi terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Sedangkan kepentingan sekolah, jelas menghendaki tingkat kelulusan UN mencapai 100%, dengan tingkat nilai kelulusan yang signifikan. Sementara Yayasan mengharapkan agar penerimaan murid baru sesuai target yang direncanakan. Lingkaran kepentingan ini, terus berputar. Murid membutuhkan Guru yang professional, Guru membutuhkan Yayasan yang kondusif dan apresiatif. Kemudian, Yayasan membutuhkan murid sesuai target yang direncanakan. Keseluruhan lingkaran proses ini disebut proses belajar-mengajar. Jadi proses KBM bukan hanya di kelas saja. Menurut saya, dalam atmosfir pendidikan, kegiatan yang ada hubungannya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dikategorikan sebagai proses kegiatan belajar mengajar. Ingat, bahwa orientasi pembelajaran selalu merujuk kepada prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together, secara sinergis.

Faktor ekternal yang mensupport percepatan proses KBM (kegiatan belajar mengajar) tersebut, yaitu orang tua murid dan Pemerintah (dalam hal ini Diknas setempat). Kepentingan orang tua murid, sebagai pengguna jasa pendidikan, menghendaki anak-anaknya mampu menyelesaikan pendidikan formalnya dengan lancar dan berhasil menguasai personal skill sebagai bekal hidupnya di masa depan. Sementara, kepentingan Diknas setempat, mengawasi dan memonitor kebijakan/program pemerintah, agar dapat berjalan sesuai juklak dan juknis yang dibuat.
Lingkaran kepentingan ini, kemudian menjadi bola salju, yang semakin tahun semakin membesar. Jika lingkaran kepentingan ini begitu besar, maka satu sama lain akan melahirkan kebutuhan yang besar pula. Kebutuhan inipun akhirnya, mau tidak mau, suka tidak suka, memupuk ketergantungan satu sama lain. Secara internal, murid tergantung kepada Guru. Guru tergantung kepada lembaga nya atau Yayasan. Yayasan tergantung kepada murid. Sementara faktor eksternal, yang berpengaruh terhadap proses ketergantungan tersebut adalah orang tua murid dan Diknas. Keberadaan kedua elemen ini, untuk mensupport keberlangsungan proses yang terus berputar secara internal tersebut.

Dari proses ketergantungan yang kuat inilah, kemudian menimbulkan ekses-ekses, baik positip maupun negatif, diantara stakeholders, yang satu sama lain memiliki kepentingan masing-masing. Tulisan ini sengaja tidak memunculkan ekses-ekses yang berbau negatif, selain agar tulisannya terlihat positive thinking, juga agar tidak ada pihak-pihak yang merasa tersinggung, karena praktek-praktek yang sudah berjalan, layaknya seperti agenda rutin tahunan.
Orang tua murid yang menghendaki anak-anaknya sukses dalam UN, mengupayakan tambahan pendalaman mata pelajaran, melalui bimbingan belajar (bimbel), meskipun mungkin sekolah telah melakukan hal serupa bagi peserta didiknya. Sekolah melakukan penekanan habis-habisan untuk memacu produktivitas peserta didiknya (murid), untuk bisa lulus 100 %, melalui tambahan jam ke 0 dan jam ke 10. Diknas mengupayakan terselenggaranya pra-UN, dan sekolah-sekolah melakukan Try out, uji coba kemampuan UN.

Dalam rangka melihat kondisi dan suasana seperti ini, kita semua dituntut untuk bersikap arif dan bijaksana. Apapun persoalannya, apapun masalah yang menimpa kita, sebenarnya sama proporsionalnya (sama takarannya), hanya saja, yang membedakannya adalah sikapnya terhadap masalah tersebut, Apakah masalah itu bisa selesai atau bahkan bertambah parah, tergantung pada orang tersebut dalam menyikapinya.
Sikap seseorang terhadap masalah hidupnya, tergantung kepada kemampuannya dalam memahami siapa dirinya, mengetahui apa yang menjadi potensinya, dan memaknai apa yang menjadi tujuan hidupnya (apa yang penting dalam hidupnya). Kemampuan bersikap ini, secara khusus, tidak diajarkan di dalam kelas. Kemampuan bersikap dalam diri kita, diajarkan oleh banyak pihak, antara lain : orang tua kita, guru kita, lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Keseluruhannya, sangat mempengaruhi perkembangan sikap hidup kita sehari-hari. Kita tidak bisa menyalahkan satu dua orang saja, karena sikap seseorang tidak sesuai dengan harapan orang yang berkepentingan kepada orang tersebut. Banyak pihak yang membentuk kita bersikap, seperti ini.

Akhirnya, apabila semua pihak terakomodir kepentingannya, dan stakehorldes merasa puas terhadap lingkaran proses yang berlangsung dalam kegiatan belajar-mengajar, maka tamu kehormatan yang mana dari pada Ujian Nasional, tidak perlu ada kerisauan sekecil apapun. Anggap saja tamu itu, adalah orang tua, kerabat, saudara kita yang jauh-jauh datang, ingin melepas rindu kepada kita semua.
Bagaimana, kalau begitu !
*Penulis. Purwalodra. Email : antakusuma.purwanto@gmail.com

1 komentar: