Selasa, 28 April 2009

Pilihan Ekonomi Rakyat

RAKYAT Indonesia telah mengamanatkan setidaknya dua aspek penting kebijakan ekonomi politik dari hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2009.Pertama,adanya kepercayaan pada sistem ekonomi yang tengah dibangun dan berlaku saat ini.

Kedua, pemilu mempertegas keinginan rakyat terhadap komitmen intervensi negara secara langsung dalam mengatasi berbagai persoalan dasar seperti kemiskinan dan ketidakberdayaan. Kedua amanat ini bisa diinterpretasikan dari konfigurasi hasil pemilu legislatif.
Perhitungan cepat (quick count) beberapa lembaga riset menunjukkan Partai Demokrat, sebagai partai pemerintah, keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara lebih dari 20 persen. Perolehan suara ini disusul Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang masing-masing meraih suara sekitar 14?15 persen.

Setelah posisi tiga besar ini, terdapat Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Selanjutnya Partai Gerindra, Partai Hanura, dan Partai Bulan Bintang (PBB). Kemenangan partai pemerintah mengindikasikan rakyat menginginkan kesinambungan dan kepastian.

Demikian juga, berkaca pada rekam jejak kebijakan serta visi misi yang ada, hasil pemilu bisa juga ditafsirkan sebagai kepercayaan rakyat (vote of confidence) pada sistem ekonomi yang dibangun dan berlaku saat ini. Alasannya,ketiga partai peraih suara terbesar pemilu kali ini dapat dikategorikan sebagai partai yang berideologi ekonomi di posisi kanan tengah.

Dalam konteks ini, ekstrem kanan adalah representasi ideologi ekonomi yang melulu mengandalkan pasar, sementara sebaliknya ekstrem kiri sangat mengandalkan peran pemerintah dalam melakukan peran distribusi dan alokasi perekonomian.

Penempatan ketiga partai pemenang ini dalam posisi kanan tengah berdasarkan rekam jejak kebijakan dan platform ekonomi ketiga partai,yang pada masanya masing-masing mengandalkan mekanisme pasar sebagai alat melakukan distribusi dan alokasi berbagai sumber daya perekonomian.

Kebijakan intervensi hanya dilakukan secara selektif untuk berbagai alasan, salah satunya untuk melakukan transfer langsung pendapatan kepada masyarakat. Selain itu, ketiga partai ini juga kerap mengutamakan penciptaan stabilitas ekonomi sebagai fondasi dasar pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Secara tidak langsung, hasil pemilu legislatif kali ini juga mengindikasikan adanya vote of no confidence dari rakyat terhadap sistem atau quasi-sistem alternatif yang ditawarkan. Sebagaimana dimaklumi, pelaksanaan pemilu yang bersamaan dengan puncak krisis ekonomi global telah memunculkan wacana perlunya sistem ekonomi alternatif di Indonesia.

Beberapa alternatif yang ditawarkan partai-partai yang meraih suara minimal memang terlihat ideal secara konsepsi.Namun, suatu sistem tidak berhenti sekadar pada tataran konsepsi. Problem sering lebih pada tataran implementasi di mana praktik yang ada kerap jauh dari hal yang diidealkan. Pada titik ini, rakyat Indonesia menyuarakan keinginan terhadap kesinambungan.

Yang diperlukan bukan perubahan mendasar, melainkan sekadar memperbaiki apa yang sudah ada. Dengan hasil ini serta pelaksanaan pemilu yang umumnya aman, tidak mengherankan bila pasar uang menyambutnya dengan gembira.Selama dua hari terakhir, pemodal, baik asing maupun domestik, banyak memborong saham dan rupiah.

Kedua hal ini otomatis mendorong indeks saham dan nilai tukar rupiah menguat hingga menyentuh level tertinggi dalam setidaknya lima bulan terakhir. Indeks harga saham gabungan (IHSG) meningkat tajam ke atas 1.500-an. Begitu juga rupiah menguat ke level di bawah 11.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Pilihan rakyat pada pemilu legislatif kali ini juga mengindikasikan kesepakatan terhadap berbagai bentuk kebijakan transfer langsung, yang dilakukan pemerintah. Terlepas dari berbagai soal yang melingkupi bentuk kebijakan ini, baik secara konseptual maupun praktis,suara rakyat yang selama ini terungkap di lapangan menginginkan keberlanjutan kebijakan transfer langsung, baik dalam bentuk uang tunai (BLT), kompor, minyak tanah maupun beras.

Pilihan pada partai pemerintah merupakan bukti bahwa sebagian besar rakyat Indonesia, yang memang tergolong berpendapatan menengah ke bawah, menginginkan terus berlanjutnya programprogram tersebut. Banyak partai terlambat menyadari pilihan ini. Pada awal kampanye, mereka menyuguhkan kritik tajam terhadap kebijakan-kebijakan transfer langsung pemerintah, yang sebagian besar sah secara akademis.

Namun, mereka kemudian menyadari bahwa rakyat punya anggapan lain. Perubahan posisi sebagian partai terhadap bentuk kebijakan ini terbukti sudah sangat terlambat. Mereka terlambat menyadari bahwa intervensi dan bantuan langsung pemerintah kepada rakyat sesungguhnya merupakan kontrak politik pertama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah sebagai representasi negara adalah pihak yang diberikan hak untuk mengatur dan melarang, sepanjang mereka membantu dan mengayomi secara langsung kehidupan ekonomi rakyat. Selama kewajiban ini terpenuhi, hampir bisa dipastikan pihak yang memerintah akan terus diberi mandat untuk berkuasa.

Sementara, bila tidak, jangan berharap mandat diberikan atau diteruskan. Sepanjang sejarah yang ada, tidak berlebihan bila dikatakan faktor utama penyebab jatuh bangunnya pemerintahan di Indonesia adalah pengabaian atau penegakan kewajiban ekonomi negara. Dari interpretasi ini,satu pesan penting untuk siapa pun yang ingin berlaga pada pemilihan presiden nanti agaknya adalah sebagai berikut.

Jangan mengusung platform kebijakan yang ekstrem dan pastikan keberlanjutan tanggung jawab dan transfer langsung negara pada mereka yang miskin, tersisihkan, dan tak berdaya. (*)M IKHSAN MODJO-Direktur Indef
Source: okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar